Monday, September 27, 2010

Bendera

Bendera
Oleh : Siti Mukarromah

“Mbak mau sekolah ya, Mbak?”
Aku terkejut mendengar sapaan seorang bocah berpenampilan sangat lusuh berdiri di sampingku. Aku hanya tersenyum ringan menjawab sapaannya. Tanpa merasa terusik oleh kehadiran bocah laki-laki seusia Reza –adik laki-lakiku yang masih duduk di bangku SMP-itu, aku pura-pura tak menghiraukan. Berulangkali aku longokkan wajahku ke arah barat, ke arah datangnya bus kota yang akan mengantarkan aku ke tujuanku, kampusku. Dengan harap-harap cemas kutengok arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, 10 menit sudah aku berdiri di halte bus ini tetapi bus yang kutunggu belum juga muncul.
“Aku pasti terlambat hari ini.”gumamku dalam hati.
“Mbak benderanya bagus ya, Mbak, warnanya sangat indah,”komentar bocah lusuh itu sambil menunjuk ke tiang bendera yang berjajar di sebelahku.
Sekali lagi aku hanya tersenyum mendengar komentarnya yang polos. “Dengan dihiasi bendera-bendera itu Kota Solo tampak meriah, ya Mbak?” Dengan gaya bicaranya yang sok dewasa, bocah itu kembali berkomentar. Lama-lama aku heran juga dengan sikapnya yang tak sedikitpun jemu dengan sikapku yang dingin tak sedikitpun memedulikannya.
“ Kapan ya Mbak, Bapak Caleg yang punya bendera ini akan datang ke Solo?” Dengan nada bicaranya yang sok tahu perpolitikan di Indonesia, dia berkomentar. “Kalau Bapak Caleg datang ke sini, aku akan bersalaman dengannya, dan pasti wartawan akan berebut memfotoku.” Sambil tersenyum-senyum tanpa dosa bocah itu berusaha menarik-narik ujung bendera yang berkibar berjajar memenuhi pinggir jalan di samping halte bus yang telah dipenuhi calon penumpang.
Mendengar komentarnya yang menyentuh hati begitu, akhirnya si bocah lusuh itu pun berhasil menarik perhatianku. Kuperhatikan sosok tubuhnya yang lusuh berdiri bersandar di tiang bendera, salah satu dari tiang –tiang bendera yang berjajar di samping tempatku berdiri. Pakainnya kumuh, compang-camping, dengan lubang dan tambalan kain di sana-sini. Celana kolornya terlalu besar ukurannya untuk bocah seusia dia, kaos oblong putih atasannya telah berubah warna, ada warna hitam bekas goresan arang, ada warna merah bercampur hijau bekas tumpahan es cao, juga warna cokelat tua pekat bekas cipratan lumpur dari kubangan air di pinggir jalan.
“Mbak, boleh ya kupetik kain bendera itu untuk buat celana kolor yang baru?” Aku hanya menggeleng, mendengar permintaannya.
“Kenapa tidak boleh, Mbak?” desaknya sambil menarik-narik kain lengan bajuku.
“Itu bukan milikku!” jawabku agak kesal karena aku merasa jijik oleh tangannya yang lusuh telah menyentuh pakaianku yang bersih dan harum ini. Dia tampak sangat kecewa dengan jawaban-ku. Ada nada penyesalan di rona wajahnya, mungkin dia merasa bersalah telah mengotori pakaianku.
“Sudah, coba minta izin ke embak-embak atau mas-mas yang berdiri di sana!” Sambil tersenyum-tersenyum tak begitu bermakna, bocah lusuh itu segera menuju ke arah yang kutunjukkan dengan telunjuk.
Akhirnya, si bocah lusuh itu pun menghampiri dua gadis remaja berpenampilan necis yang berdiri di depan halte itu. Belum sempat bocah itu menyampaikan maksud hatinya, kedua gadis yang tampak berasal dari keluarga kaya itu segera menyingkir karena merasa jijik dengan kehadiran sosok makhluk yang sangat mengganggu pemandangan itu. Merasa kesal karena tidak dianggap manusia, bocah lusuh itu mengurungkan niatnya. Segera ia menuju tiang bendera yang berjajar rapi dengan warnanya yang seragam melambai-lambai menghiasi hiruk pikuk lalu lintas pagi.
“Hai Bocah, apa yang kau lakukan?” Bocah itu buru-buru menghentikan aktifitasnya ketika disampingnya telah berdiri sosok pemuda gagah, berperawakan tinggi besar, berkulit kuning bersih, tampan berwibawa, menegurnya dengan suara lantang membuatnya terperanjat.
“Om. Saya…saya hanya menginginkan bendera ini untuk dibuat celana.” Dengan gugup dan takut yang amat sangat, bocah itu segera menundukkan wajahnya yang suram.
“Jadi, kau ingin menurunkan bendera-bendera itu, Bocah?” Bocah itu hanya mengangguk dan menjawab pertanyaan lelaki berpenampilan penuh wibawa itu.”Oh…, bagus…bagus…”Lelaki itu mengelus-elus rambut kumal bocah polo situ dengan senyum yang entah apa maksudnya. “Ambil saja semuanya, jangan hanya satu atau dua!” Lelaki penuh wibawa itu berlagak sok jadi pahlawan babgi si bocah lusuh itu.”Warnanya sangat bagus untuk dibuat celana kolor, dan pasti sangat cocok kamu kenakan.”
Merasa mendapat izin dan dukungan dari Dewa Penolong, bocah itu segera melanjutkan usahanya mengambil bendera-bendera itu dari tiangnya untuk segera dapat dibuat celana kolor yang lumayan bagus untuknya. Dengan penuh semangat ia berusaha merobohkan ketegaran tiang-tiang yang tinggi menjulang itu. Akhirnya, “Prakkk!” Sebuah tiang bendera yang lumayan tinggi telah rubuh di hadapannya, nyaris saja mengenai kedua kakinya. Menyaksikan keberhasilannya merobohkan tiang kokoh itu,si bocah tanpa dosa itu tertawa kegirangan. Ditengoknya sosok lelaki yang tadi berdiri di sampingnya yang telah member support baginya.
Tetapi betapa kagetnya bocah itu ketika dirasakan telinga kanannya serasa hamper putus oleh tarikan kuatdari tangan yang sangat kekar. “Hai binatang jelek, apa yang kau lakukan? Jangan main-main ya, bias-bisa kuputus telingamu yang lebar ini.” Seorang lelaki tinggi, bertubuh kekar, dan berkulit hitam sangat pekat telah berada di sampingnya, wajah garangnya nyaris bersentuhan dengan keningnya yang basah oleh keringat dingin. Kedua bola matanya melotot, memancarkan amarah yang maha sangat. Bocah yang tak seberapa kuat tubuhnya dibandingkan tubuh kekar yang berdiri di sampingnya itu, gemetar ketika bola matanya beradu pandang dengan sorot mata merah melotot seakan-akan mau meloncat keluar dari sarangnya itu. Dengan segera, bocah malang itu berusaha menyelamatkan jiwanya dari siksaan itu, ditariknya kedua tangannya dari tali bendera yang berhasil dilepaskannya dari tiangnya yang telah rubuh itu.
“Mbak, mbak, Om itu tidak boleh aku mengambil bendera bagus itu.” Tiba-tiba bocah yang tida berdaya itu, jatuh tersungkur di hadapanku, dipegangnya erat-erat kedua kakiku, seakan-akan mohon perlindungan padaku.
Dengan susah payah kubantu bocah malang itu untuk berdiri. Tapi alangkah terkejutnya hatiku ketika kusaksikan beberapa helai kain yang berwarna-warni jatuh berhamburan dari balik kaus oblongnya yang membungkus perutnya yang buncit.”Mbak, aku akan mengembalikan bendera-bendera ini pada tiangnya agar besok Bapak yang punya bendera ini datang ke sini tidak memarahiku.”
Aku tersadar dari keharuanku ketika bus kota yang lama kunanti telah berhenti dihadapanku. Segera kusandarkan tubuhku nan lesu pada jok bus kota yang terasa sangat nyaman. Dari balik jendela bus kota, kusaksikan di sepanjang perjalanan beraneka ragam warna bendera berkibar menghiasi keramaian di jalan raya. Kulihat bayangan bocah lusuh itu di setiap lambaian bendera-bendera itu.
(Sumber: Harian Solopos, Edisi Minggu, 22 Agustus 2007)

1 comments:

Unknown said...

JIKA ANDA BUTUH ANKA GHAIB HASIL RITUAL 2D.3D.4D. SGP & HK DI JAMIN 100% JEBOL JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB KI AGEN RUSMAN DI NMOR (_0_8_2_3_3_4_2_2_2_6_7_6_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB then’z room’x sobat

JIKA ANDA BUTUH ANKA GHAIB HASIL RITUAL 2D.3D.4D. SGP & HK DI JAMIN 100% JEBOL JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB KI AGEN RUSMAN DI NMOR (_0_8_2_3_3_4_2_2_2_6_7_6_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB then’z room’x sobat
JIKA ANDA BUTUH ANKA GHAIB HASIL RITUAL 2D.3D.4D. SGP & HK DI JAMIN 100% JEBOL JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB KI AGEN RUSMAN DI NMOR (_0_8_2_3_3_4_2_2_2_6_7_6_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB then’z room’x sobat

JIKA ANDA BUTUH ANKA GHAIB HASIL RITUAL 2D.3D.4D. SGP & HK DI JAMIN 100% JEBOL JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB KI AGEN RUSMAN DI NMOR (_0_8_2_3_3_4_2_2_2_6_7_6_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB then’z room’x sobat

Post a Comment